PesonaKalimantan – Donald Trump, kandidat presiden dari Partai Republik, baru-baru ini menggelar rapat umum pertamanya di luar ruangan setelah insiden percobaan pembunuhan kedua terhadapnya pada 15 September lalu. Dalam pernyataannya, Trump menuding retorika Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris sebagai penyebab insiden tersebut, meski tanpa memberikan bukti konkret.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Kamala Harris, yang juga kandidat dari Partai Demokrat, menyatakan keprihatinannya. Melalui pernyataan resmi di situs whitehouse.gov, Harris mengutuk segala bentuk kekerasan politik dan menegaskan pentingnya menjaga stabilitas dalam kampanye.
Sebagai langkah pencegahan, Kongres AS baru-baru ini meloloskan legislasi untuk meningkatkan pendanaan bagi Dinas Rahasia, guna memperketat keamanan bagi para kandidat. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari seluruh anggota yang hadir, menunjukkan komitmen bipartisan dalam melawan ancaman kekerasan politik.
Dinas Rahasia sebelumnya mendapat sorotan setelah mengakui kegagalannya dalam mengamankan Trump selama percobaan pembunuhan pertama di Pennsylvania, di mana sebuah peluru hampir mengenai telinga mantan presiden tersebut. Kini, sebuah gugus tugas bipartisan dibentuk untuk menyelidiki kasus-kasus tersebut dan mengkaji penyebab meningkatnya kekerasan politik.
Bipartisan Menyoroti Pentingnya Retorika yang Bijak
Dalam sebuah wawancara di acara “This Week” yang ditayangkan oleh ABC, Ketua Gugus Tugas dari Partai Republik, Mike Kelly, menyoroti dampak besar dari retorika politik yang tidak terkendali. “Retorika bisa berdampak luas. Kadang-kadang apa yang kita katakan bisa disalahartikan, dan itu berbahaya. Kita harus lebih berhati-hati,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas dari Partai Demokrat, Jason Crow, menegaskan pentingnya perbedaan antara debat politik yang sengit dan kekerasan. “Tidak ada tempat di masyarakat Amerika bagi siapa pun yang melakukan kekerasan, terlepas dari afiliasi politik mereka,” tegas Crow.
Kontroversi Trump dan Klaim Imigran Haiti
Di sisi lain, Trump terus memicu kontroversi dengan klaimnya bahwa imigran Haiti di Springfield, Ohio, menculik dan memakan hewan peliharaan warga. Klaim ini telah dibantah oleh Gubernur Ohio dan Wali Kota Springfield, yang keduanya berasal dari Partai Republik. Namun, meski sudah dibantah luas, klaim tersebut memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Seorang migran asal Haiti, Baptiste, mengungkapkan kekhawatirannya, “Kami hanya ingin hidup lebih baik. Tapi berita seperti ini menakutkan kami.” Seorang migran lainnya mengaku mengalami intimidasi karena latar belakangnya sebagai imigran Haiti.
Kampanye yang Kian Panas Jelang Pemilu
Meski ada seruan untuk meredam retorika yang memanas, kampanye dari kedua kubu tetap dipenuhi serangan verbal. Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap Kamala Harris, menyebutnya tidak kompeten untuk menjadi presiden. “Saya tidak ingin kasar, tapi dia tidak pantas menjadi presiden,” katanya dalam sebuah rapat umum.
Di sisi lain, Tim Walz, calon wakil presiden dari Partai Demokrat, juga tak kalah tegas dalam pidatonya di Pennsylvania. “Beberapa kandidat dari Partai Republik dengan bangga menyebut diri mereka Nazi. Ini bukan lagi soal perbedaan kecil, ini soal moral,” ujarnya.
Dengan pemilihan yang semakin dekat, dan pemberian suara awal yang sudah dimulai di beberapa negara bagian, ketegangan politik tampaknya akan terus meningkat.