PesonaKalimantan – Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 Tropical Coastland kembali menjadi sorotan setelah sejumlah kontroversi terkait pengelolaan lahan dan tata ruang mencuat. Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Nono Sampono, membantah tudingan bahwa proyek ini menyalahi aturan. Namun, gugatan perdata yang melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Salim Group menambah daftar panjang polemik di balik proyek ambisius tersebut.
Bantahan Agung Sedayu Group
Menurut Nono, PSN Tropical Coastland dibangun di atas bekas hutan lindung mangrove yang telah tergerus abrasi dan berubah fungsi menjadi lahan tambak. “Hutan lindung awalnya sangat luas, mencapai 1.600 hektare. Namun, kini tinggal 91 hektare karena abrasi dan alih fungsi lahan,” jelas Nono melalui unggahan YouTube Agung Sedayu Group, Selasa (17/12/2024).
Ia menegaskan bahwa proyek ini merupakan langkah rehabilitasi lahan yang telah beralih fungsi demi mengembalikan hak negara atas kawasan tersebut. Pernyataan ini sekaligus membantah tuduhan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, yang sebelumnya menyebut pengembangan PSN ini melanggar tata ruang wilayah.
Masalah Tata Ruang dan Hutan Lindung
Nusron Wahid mengungkap bahwa PSN PIK 2 tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, proyek ini dinilai beririsan dengan kawasan hutan lindung yang belum mengalami penurunan status. Dari total 1.705 hektare area pengembangan, sebanyak 1.500 hektare di antaranya disebut berada di kawasan hutan lindung.
“Status hutan lindung belum diubah menjadi hutan konversi atau area penggunaan lain (APL). Belum ada proses penurunan status yang sesuai aturan,” tegas Nusron.
Gugatan Perdata dengan Nilai Fantastis
Gugatan perdata terhadap Jokowi, Aguan, dan Salim Group dilayangkan oleh 20 penggugat, termasuk sejumlah purnawirawan tinggi TNI. Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 754/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Kuasa hukum penggugat, Ahmad Khozinudin, menuduh para tergugat melakukan pelanggaran hukum dalam pengembangan proyek ini. Gugatan menuntut pembayaran ganti rugi sebesar Rp612 triliun yang harus disetorkan kepada negara melalui Kementerian Keuangan.
Selain itu, penggugat juga meminta penghentian total proyek PSN PIK 2 karena dinilai melenceng dari rencana awal. “Luas area PSN hanya 1.755 hektare, tetapi pembebasan lahannya meluas hingga ke wilayah Serang, mencapai hampir 100.000 hektare,” ujar Ahmad.
Proyek di Tengah Kontroversi
PSN PIK 2 Tropical Coastland yang dirancang sebagai destinasi pariwisata premium menghadapi tantangan besar. Di tengah klaim rehabilitasi dan pengembangan ekonomi, isu tata ruang, konflik lahan, hingga gugatan hukum memperburuk citra proyek ini.
Ke depan, proses hukum dan penyelesaian tata ruang akan menjadi penentu nasib proyek ambisius ini. Pemerintah dan pengembang diharapkan memberikan transparansi dan penyelesaian yang sesuai aturan untuk memastikan keberlanjutan proyek tanpa melanggar hukum.