
PesonaKalimantan – Serangan udara terbaru Rusia terhadap infrastruktur Ukraina tidak menggoyahkan optimisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam menengahi konflik antara Moskow dan Kyiv. Meskipun serangan meningkat, Trump tetap percaya pada komitmen Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencapai perdamaian.
Pejabat Ukraina pada Jumat (7/3) melaporkan bahwa lebih dari 200 serangan rudal dan pesawat nirawak diluncurkan oleh Rusia dalam semalam, menghantam berbagai wilayah dan merusak infrastruktur energi serta bangunan tempat tinggal. Beberapa warga sipil juga dilaporkan terluka akibat serangan ini.
Namun, saat berbicara di Ruang Oval pada Jumat, Trump justru menyatakan keyakinannya terhadap Putin.
“Saya percaya kepadanya (Putin). Saya pikir kita baik-baik saja dengan Rusia,” ujar Trump, meskipun mengakui bahwa saat ini “mereka sedang mengebom habis-habisan Ukraina.”
Lebih lanjut, Trump menilai tindakan Putin tidak jauh berbeda dari apa yang mungkin dilakukan pemimpin lain dalam situasi serupa. Ia juga mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap Ukraina.
“Sejujurnya, saya merasa makin sulit untuk berurusan dengan Ukraina. Mereka tidak punya ‘kartu’,” katanya kepada wartawan.
Ketika ditanya tentang kemungkinan bantuan pertahanan udara tambahan bagi Ukraina, Trump menegaskan bahwa keputusan itu bergantung pada Kyiv.
“Saya harus tahu bahwa mereka ingin berdamai. Saya tidak tahu apakah mereka ingin berdamai. Jika mereka tidak ingin berdamai, kita akan keluar dari sana karena kita ingin mereka berdamai,” tegasnya.
Kebijakan Trump Dikritik, Ukraina Tetap Bertahan
Pejabat Amerika lainnya membantah bahwa pendekatan Trump—termasuk penghentian sementara bantuan militer dan pembatasan intelijen kepada Kyiv—telah membuat Ukraina lebih rentan.
Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, menyatakan kepada Fox News pada Kamis (6/3) bahwa jeda dalam berbagi intelijen bertujuan untuk mencegah Ukraina melancarkan serangan ofensif terhadap Rusia.
“Setiap informasi intelijen yang digunakan untuk membela Ukraina dari serangan Rusia akan tetap diberikan,” ujarnya.
Seorang pejabat pertahanan AS juga mengonfirmasi kepada VOA bahwa tidak ada jeda dalam pembagian intelijen yang akan memungkinkan Ukraina mempertahankan diri. Selain itu, Ukraina masih memiliki akses ke Starlink, sistem internet satelit milik sekutu Trump, Elon Musk.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa banyak serangan Rusia berhasil diredam oleh pertahanan udara Ukraina. Untuk pertama kalinya, jet tempur Mirage buatan Prancis dan F-16 buatan AS dikerahkan dalam perlawanan terhadap serangan udara Rusia.
Dalam pernyataan di akun X miliknya pada Jumat (7/3), Zelenskyy menegaskan komitmen Ukraina untuk mengupayakan perdamaian.
“Kerja keras dengan tim Presiden Trump telah berlangsung di berbagai tingkatan—banyak panggilan telepon. Topiknya jelas—perdamaian sesegera mungkin, keamanan dapat diandalkan semaksimal mungkin. Ukraina berkomitmen penuh pada pendekatan yang konstruktif,” tulisnya.
Namun, dalam pernyataan terpisah di Telegram, Zelenskyy mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap Rusia.
“Setiap hari, serangan Rusia baru dan kenyataan itu sendiri membuktikan bahwa Rusia-lah yang harus dipaksa untuk berdamai—untuk menghentikan perang, untuk terlibat dalam diplomasi nyata,” katanya.
Upaya Diplomasi: Zelenskyy Bertolak ke Arab Saudi
Serangan rudal Rusia dan respons dari AS serta Ukraina terjadi menjelang kunjungan Zelenskyy ke Arab Saudi pada Senin (10/3). Di sana, ia dijadwalkan bertemu dengan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, guna membahas kemungkinan gencatan senjata dengan Rusia.
Pertemuan ini menjadi pertemuan pertama Zelenskyy dengan pejabat AS sejak pertemuan kontroversialnya di Gedung Putih minggu lalu dengan Trump dan Wakil Presiden JD Vance. Pertemuan tersebut sempat menjadi sorotan setelah dalam sebuah surat kepada Trump, Zelenskyy menyebut jalannya pertemuan itu sebagai sesuatu yang “disesalkan.” Ia juga menegaskan kesiapan Ukraina untuk segera bernegosiasi guna mencapai perdamaian.