PesonaKalimantan – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka awal pekan dengan tren positif pada perdagangan Senin (22/9/2025). IHSG tercatat menguat ke level 8.082 pada awal sesi.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga pukul 09.04 WIB, IHSG bertahan di zona hijau di level 8.060 atau naik 0,12 persen. Pada periode tersebut, sebanyak 2,13 miliar saham berpindah tangan dengan nilai transaksi Rp1,13 triliun melalui 132.800 kali perdagangan. Tercatat 304 saham menguat, 165 saham melemah, sementara 487 saham stagnan.
Beberapa saham yang masuk daftar top gainers antara lain ANTM, ARKO, ARTA, BLUE, BNLI, BRPT, DWGL, FISH, GGRM, INKP, JARR, dan LPLI. Sedangkan saham yang tergolong top losers meliputi AUTO, BREN, BRMS, CLAY, COIN, CPIN, DATA, DSSA, MFIN, MDLV, MIKA, dan MKPI.
Proyeksi IHSG
Phillip Sekuritas Indonesia dalam riset hariannya yang dikutip Suara.com memproyeksikan IHSG masih berpotensi melanjutkan tren penguatan pada perdagangan hari ini. Secara teknikal, IHSG diperkirakan bergerak bullish dengan level support di 7.900 dan resistance di 8.150.
Kondisi ini sejalan dengan pergerakan bursa Asia yang pagi ini dibuka menguat, mengikuti jejak Wall Street yang pekan lalu mencetak rekor penutupan tertinggi selama dua hari beruntun. Indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) masing-masing naik 1,05 persen dan 1,22 persen sepanjang minggu lalu, sementara Nasdaq melonjak 2,21 persen.
Menurut Phillip Sekuritas, prospek pemangkasan suku bunga lanjutan oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menjadi katalis utama yang memicu sentimen risk-on. Hal ini membuat investor lebih optimistis terhadap prospek ekonomi dan berani mengambil risiko lebih tinggi demi peluang cuan.
Selain itu, pasar juga mencermati perkembangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dikabarkan mencapai kesepakatan terkait isu TikTok dalam pertemuan virtual. Keduanya dijadwalkan bertatap muka langsung pada forum KTT APEC di Korea Selatan, 30 Oktober–1 November 2025.
Dari Asia, perhatian tertuju pada keputusan Bank Sentral China (PBOC) yang menahan suku bunga acuan Loan Prime Rate (LPR) tenor 1 tahun di level 3,0 persen dan tenor 5 tahun di 3,5 persen. Kebijakan ini menandakan Beijing masih menunda pemberian stimulus besar, meski data ekonomi menunjukkan tanda perlambatan.