PesonaKalimantan– Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto, dikenang sebagai sosok yang berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 8 persen selama masa kepemimpinannya dari tahun 1967 hingga 1998. Selama 32 tahun Orde Baru, yang dimulai dengan surat perintah Supersemar pada 11 Maret 1966, Soeharto membawa Indonesia ke puncak pertumbuhan ekonomi, termasuk catatan tertinggi 10,9 persen pada tahun 1968.
Bank Dunia mencatat bahwa selama periode Soeharto, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen sebanyak lima kali, dengan pertumbuhan pada tahun 1973 sebesar 8,1 persen, 1977 (8,3 persen), 1980 (10 persen), dan 1995 (8,2 persen). Namun, pertumbuhan itu tak berlanjut lama, terjun bebas hingga minus 13,1 persen setelah Soeharto digulingkan pada 1998.
Menurut makalah Bank Dunia berjudul “Indonesia: Rapid Growth, Weak Institutions,” pertumbuhan ekonomi rata-rata di era Orde Baru adalah 7 persen, sebagian besar didorong oleh ledakan komoditas minyak pada tahun 1970-an. Kenaikan harga minyak yang dipicu embargo OPEC memberikan keuntungan besar bagi Indonesia, meningkatkan pendapatan bersih dari minyak dari US$0,4 miliar pada 1973 menjadi US$2,6 miliar pada 1975.
Sejarawan Anne Booth menjelaskan bahwa meski ledakan harga minyak tidak berlanjut, Soeharto melakukan reformasi kebijakan, termasuk memberikan insentif bagi eksportir non-minyak. Ini membantu menjaga pertumbuhan ekonomi, terutama sektor industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki yang menciptakan banyak lapangan kerja.
Kini, dengan target ekonomi 8 persen kembali digaungkan oleh presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, ia optimis dapat mencapai target tersebut dalam masa jabatannya. Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, yang juga keponakan Prabowo, menekankan bahwa pencapaian ini bukanlah mimpi semata. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi 8 persen merupakan keharusan untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju.
“Untuk mencapai target ini, kita harus memanfaatkan mesin pertumbuhan baru seperti ekonomi digital dan hijau,” jelas Thomas di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Ia menekankan bahwa target 8 persen tersebut tidak akan tercapai dalam waktu dekat, melainkan dalam rentang lima tahun (2024-2029) mendatang.
Apakah Prabowo Subianto mampu mengulang kesuksesan Soeharto dan membawa Indonesia kembali ke jalur pertumbuhan yang mengesankan? Waktu yang akan menjawab.