PesonaKalimantan – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menetapkan aturan ketat terkait kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia. Kepala BPJPH, Haikal Hasan, menegaskan bahwa aturan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Berdasarkan Pasal 4, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia harus bersertifikat halal.
Produk yang Wajib Bersertifikat Halal
Produk yang diwajibkan untuk bersertifikat halal mencakup makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang yang digunakan sehari-hari. Menurut Haikal, barang konsumsi seperti tekstil, alas kaki, peralatan rumah tangga, serta produk keperluan ibadah juga termasuk dalam kategori ini. Sertifikasi juga mencakup jasa seperti penyembelihan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi produk.
Haikal juga menegaskan bahwa produk non-halal yang diproduksi dari bahan-bahan seperti babi atau bangkai tetap dapat beredar asalkan mencantumkan label non-halal, sesuai dengan Pasal 18 UU Jaminan Produk Halal.
Batas Waktu Sertifikasi dan Sanksi
Sertifikasi halal diberlakukan secara bertahap. Produk makanan, minuman, dan hasil sembelihan yang belum bersertifikat halal hingga 18 Oktober 2024 dapat dikenakan sanksi administratif, seperti peringatan tertulis atau penarikan produk. Bagi usaha mikro dan kecil, sertifikasi halal ditargetkan selesai pada 17 Oktober 2026. Untuk produk impor, sertifikasi halal diberlakukan paling lambat pada 17 Oktober 2026, tergantung pada kesepakatan saling pengakuan antarnegara.
Pentingnya Sertifikat Halal bagi Pelaku Usaha
Haikal mengimbau pelaku usaha untuk melihat sertifikasi halal sebagai upaya meningkatkan daya saing dan kualitas produk, mengingat preferensi konsumen terhadap produk halal di Indonesia yang terus meningkat. “Jadikanlah sertifikat halal sebagai nilai tambah produk, sehingga mampu bersaing di pasar internasional,” ungkapnya.