PesonaKalimantan – Hari Batik Nasional diperingati pada 2 Oktober 2025. Tahun ini, 12 tahun sudah diperingati sejak batik resmi diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2009 lalu.
Di masa kiwari ini, batik menyatu dengan gaya berpakaian. Bahkan tak hanya digunakan di hari-hari penting, seperti pernikahan, tapi juga sehari-hari.
Siapa yang tidak kenal dengan Iga Massardi? Vokalis Barasuara yang lagunya menghiasi playlist anak muda saat ini, sering tampil mengenakan batik. Itu sudah ciri khasnya.
Kata Iga, sudah sepatutnya orang indonesia melestarikan apa yang dimiliki. Contohnya adalah baju batik yang setiap motif pasti berbeda-beda makna atau filosofinya.
“Kan gue orang Indonesia, makanya pake batik”, kata Iga kepada HAI.
Batik punya sejarah panjang. Ia lahir dari tradisi panjang melukis kain dengan cairan lilin malam menggunakan canting, hingga menghasilkan pola-pola indah.
Kata batik berasal dari gabungan amba (kain yang lebar) dan tik (titik). Artinya, batik adalah seni menorehkan titik-titik pada kain hingga membentuk pola.
Menurut laman resmi Pemerintah Jawa Barat, batik pada mulanya hanya digunakan kalangan raja dan keluarga kerajaan. Para pekerja keraton yang tinggal di luar istana sering membawa pekerjaan membatik ke rumah. Dari situlah masyarakat mulai meniru, hingga batik menyebar luas.
Awalnya, membatik hanya dilakukan perempuan sebagai pengisi waktu luang. Lama-kelamaan, ia berkembang jadi pekerjaan utama, dan kini bisa dilakukan siapa saja.
Jejak Sejarah Batik
Tidak ada catatan pasti kapan batik pertama kali muncul. Namun, jejaknya dapat ditelusuri sejak masa Majapahit.
Di Mojokerto dan Tulungagung (dulu disebut Bonorowo), seni batik berkembang seiring ekspansi Majapahit. Setelah Adipati Kalang, penguasa Bonorowo, kalah oleh pasukan Majapahit, keluarga kerajaan menetap di sana dan membawa tradisi membatik.
Di akhir abad ke-19, pengrajin batik mulai bermunculan di Mojokerto. Mereka menggunakan kain tenun buatan sendiri memakai pewarna alami.
Selepas Perang Dunia I, pedagang Tionghoa memperkenalkan batik cap sekaligus membawa obat pewarna dari luar negeri.
Meski dikenal sejak Majapahit, batik semakin berkembang pada era kerajaan di Solo dan Yogyakarta. Corak khas kedua daerah itu berpengaruh pada batik di Mojokerto dan Tulungagung.
Perkembangan batik juga terkait dengan penyebaran Islam. Di Ponorogo, Jawa Timur, Raden Katong—keturunan Majapahit sekaligus adik Raden Patah—dikenal sebagai pembawa agama Islam.
Di sana, pesantren Tegalsari yang diasuh Kyai Hasan Basri jadi pusat penyebaran seni batik. Kyai Hasan menikah dengan putri keraton Solo, dan sang istri membawa seni membatik keluar dari keraton menuju masyarakat Ponorogo.
Mendunia Bersama Diplomasi
Nama batik mulai dikenal dunia pada era Presiden Soeharto. Pada pertengahan 1980-an, ia kerap menjadikan batik sebagai cinderamata bagi tamu negara, bahkan mengenakannya dalam konferensi PBB.
Sejak saat itu, batik kian mendunia. Pengakuan UNESCO pada 2 Oktober 2009 jadi tonggak penting.
Sejak itu, Hari Batik Nasional diperingati setiap tahun, dan industri batik kian berkembang dengan beragam motif baru dan warna yang lebih segar.
Pada awalnya, motif batik banyak terinspirasi dari simbol tradisi Jawa, pengaruh Islam, Hinduisme, hingga Buddhisme.
Proses pembuatannya dilakukan dengan canting—batik tulis. Namun, seiring perkembangan teknologi, lahir batik cap yang dibuat menggunakan stempel. Cara ini mempercepat produksi, meski sering dianggap kurang bernilai seni dibanding batik tulis.