PesonaKalimantan – Media sosial tengah diramaikan oleh ajakan boikot membayar pajak sebagai bentuk protes atas rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Ajakan ini viral setelah salah satu pengguna Twitter, @ala4ar, mencuitkan seruan tersebut, menyebut pemerintah hanya “memalak rakyat.”
Ajakan untuk Beralih ke UMKM
Pengguna Twitter itu menyarankan agar masyarakat mengurangi belanja di mall dan beralih ke warung atau pengusaha kecil yang bebas PPN. “Misal, cari makan dan ngopi di warung rumahan aja. Masih banyak kok yang bebas pajak,” tulisnya.
Sebagian netizen lainnya mengusulkan strategi hidup minimalis untuk menghindari barang-barang kena PPN. Mereka juga mengingatkan bahwa boikot pajak penghasilan (PPh) sulit dilakukan karena karyawan umumnya sudah terpotong pajak langsung melalui gaji.
Penyesuaian Tarif PPN Mulai 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa tarif PPN 12% akan diberlakukan secara umum mulai 2025. Namun, sejumlah produk kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, dan sayur tetap bebas pajak dengan PPN 0%.
Selain itu, barang-barang tertentu seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng curah tetap dikenakan PPN 11%, karena 1% dari tarif ditanggung pemerintah.
“Kami memutuskan untuk mempertahankan tarif 11% untuk beberapa barang kebutuhan utama masyarakat agar tidak memberatkan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
PPN 12% untuk Barang Mewah
Pemerintah juga mempertimbangkan masukan DPR agar PPN 12% diterapkan pada barang-barang mewah, seperti layanan rumah sakit kelas VIP atau pendidikan internasional dengan biaya tinggi. Sri Mulyani menyebut ini sebagai bentuk azas gotong royong dalam perpajakan.
Solusi bagi Masyarakat
Meski menuai kritik, pemerintah mengingatkan bahwa kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan jasa keuangan tidak dikenakan PPN. Sementara itu, masyarakat dapat mendukung UMKM lokal dengan berbelanja di warung atau pasar tradisional, langkah yang tidak hanya membantu ekonomi kecil tetapi juga mengurangi beban PPN.
Seruan boikot pajak ini mencerminkan keresahan masyarakat, namun pemerintah berharap langkah kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani golongan rentan.