PesonaKalimantan – Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) merilis laporan terbaru pada Rabu (12/2), yang menunjukkan bahwa perang Israel-Hamas selama dua tahun terakhir menjadi faktor utama kematian wartawan di seluruh dunia.

Sepanjang 2024, tercatat 124 wartawan kehilangan nyawa, menjadikannya tahun paling mematikan bagi pekerja media sejak CPJ mulai mencatat data pada 1992. Dari jumlah tersebut, 82 jurnalis tewas di Gaza. Negara lain dengan angka kematian tinggi adalah Sudan dan Pakistan dengan masing-masing enam kasus, serta Meksiko dengan lima kasus.

CEO CPJ, Jodie Ginsberg, menegaskan bahwa meningkatnya jumlah korban dari kalangan wartawan mencerminkan semakin rentannya profesi ini di tengah konflik global. “Membunuh seorang wartawan adalah bentuk penyensoran paling ekstrem,” ujarnya kepada VOA.

Menurut CPJ, Israel bertanggung jawab atas 85 kasus kematian wartawan tahun lalu, terdiri dari 82 kasus di Gaza dan tiga kasus di Lebanon. Perang Israel-Hamas sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan respons militer Israel telah menewaskan sedikitnya 169 pekerja media, mayoritas di antaranya adalah jurnalis Palestina.

Selain korban dari kalangan jurnalis, serangan Israel juga menelan banyak korban jiwa. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat lebih dari 47.500 orang tewas dan 100.000 lainnya terluka akibat serangan balasan Israel. Sementara itu, militer Israel mengklaim telah membunuh lebih dari 17.000 militan.

PBB menyoroti kondisi kerja wartawan di wilayah konflik yang semakin berbahaya, dan mengimbau agar kebebasan pers tetap dijaga. Beberapa pengawas menyebut Israel sengaja menargetkan wartawan dalam serangannya. Namun, pemerintah Israel membantah tuduhan tersebut dan menolak data yang disampaikan oleh CPJ maupun organisasi kebebasan pers lainnya.

Selain konflik di Gaza, CPJ juga mencatat 39 pembunuhan wartawan di 16 negara lain. Negara-negara seperti Meksiko dan Pakistan telah lama menjadi wilayah berbahaya bagi jurnalis yang meliput isu sensitif, termasuk kejahatan terorganisir dan korupsi.

Di Pakistan, misalnya, jurnalis Munizae Jahangir menggambarkan betapa berbahayanya profesi wartawan di sana. “Pakistan seperti ladang ranjau. Anda tidak tahu kapan dan di mana ancaman akan muncul,” ujarnya.

Haiti, Sudan, dan Myanmar juga masuk dalam daftar negara dengan tingkat impunitas tinggi terhadap pembunuhan wartawan. CPJ mencatat bahwa dari total korban, lebih dari sepertiga adalah jurnalis lepas, yang sering kali tidak memiliki perlindungan atau dukungan keselamatan yang memadai.

“Serangan terhadap wartawan akan berdampak jangka panjang, terutama di Gaza, di mana kehancuran komunitas pers akan mengurangi jumlah jurnalis yang mampu meminta pertanggungjawaban dari pihak berwenang,” kata Ginsberg.

Dalam menghadapi ancaman ini, organisasi seperti CPJ dan Rory Peck Trust terus memberikan dukungan, baik dalam bentuk dana darurat, bantuan hukum, maupun pelatihan keselamatan bagi jurnalis lepas di berbagai belahan dunia.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *