PesonaKalimantan – Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun depan berlangsung lebih dari dua tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina. Sementara AS menjadi penyumbang terbesar bagi pertahanan Ukraina, muncul pertanyaan mengenai keberlanjutan dukungan ini, terutama jika Donald Trump kembali memimpin, serta dampaknya pada hubungan dengan NATO.
Rachel Tausendfreund dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman mengungkapkan, jika Wakil Presiden Kamala Harris menang dalam pemilu, kebijakan Biden kemungkinan akan berlanjut. “Kamala telah menyatakan bahwa mendukung Ukraina adalah bagian penting bagi AS, baik secara strategis maupun moral,” jelasnya. Namun, ada tantangan yang dihadapi dari dalam negeri, termasuk oposisi dari Partai Republik dan meningkatnya kelelahan publik terhadap perang.
Sementara itu, upaya Eropa dalam meningkatkan anggaran pertahanan mereka masih menghadapi kritikan. NATO memperkirakan bahwa 23 dari 32 negara anggota akan mencapai target alokasi 2 persen dari PDB untuk pertahanan pada tahun ini—peningkatan signifikan dibandingkan satu dekade lalu ketika hanya tiga negara yang mencapainya.
Baca Juga:
Pada masa kepemimpinan sebelumnya (2017-2021), Trump sering mengkritik anggota NATO yang menunggak pembayaran, bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika gagal memenuhi kontribusi finansial. Saat ini, dalam kampanyenya, Trump menunjukkan sikap yang semakin tegas, seperti menyarankan bahwa Rusia bebas melakukan tindakan yang diinginkan. Gertakan Trump ini telah meresahkan negara-negara NATO yang paling dekat dengan Rusia, seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia, yang merasa kepercayaan terhadap Amerika terganggu.
Di sisi lain, Eropa memandang konflik Ukraina sebagai ancaman eksistensial, berbeda dengan Amerika yang mungkin melihatnya sebagai persoalan jauh. Tausendfreund mengungkapkan bahwa kemenangan Trump berpotensi membawa dampak besar bagi dukungan AS untuk Ukraina. “Trump kemungkinan akan mendorong perdamaian yang dipaksakan atau gencatan senjata, yang mungkin tak menguntungkan Ukraina maupun Eropa,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa Eropa mungkin tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk mengisi kekosongan yang akan ditinggalkan jika AS menarik dukungannya. Ini menciptakan ketidakpastian besar tentang masa depan stabilitas di kawasan Eropa dan komitmen AS terhadap sekutu-sekutunya di NATO.